Pakaian Kehidupan?
My Blog Aug 11, 2019

Minggu pagi yang cerah, umat Kristiani melakukan ibadah Minggu dan umat Islam melakukan shalat Idul Adha serta merayakan hari raya Idul Adha, selamat berkurban buat teman-teman muslim, semoga menjadi berkah bagi yang menerima.
Sedikit OOT ya dari hal yang biasa saya tulis, ketika ibadah minggu pagi ini, saya mendengarkan sebuah Kotbah yang sederhana namun maknanya dalam, kebetulan kotbah pagi ini dibawakan oleh Pendeta Chevi Naibaho.
Singkat ceritanya, sang pendeta berkata bahwa di Indonesia, begitu banyak ritual keagamaan yang dijalankan oleh masing-masing pemeluk agama, Indonesia adalah negara yang mewajibkan warganya untuk memiliki agama/kepercayaan yang diakui oleh undang-undang. Bahkan ketika kita melintas dijalan, kita bisa melihat begitu banyak rumah-rumah ibadah, demikian halnya orang yang menjalankan ibadah. Namun pertanyaannya adalah “mengapa banyak orang hidup tidak sesuai dengan ibadah yang dijalankannya?”.
Masih banyak orang yang tega menyakiti orang lain, membunuh, mencuri, melakukan kejahatan seksual, dan bahkan korupsi meraja lela, bukankah semua tindakan diatas dilarang oleh agama? bukankah pelakunya juga adalah orang beragama dan menjalankan ritual keagamaan??
Mengapa orang merasa “berdosa kalau berbuah hal tak senonoh, buruk, tabu di rumah ibadah” sementara ketika dilakukan dirumah atau tempat lain menjadi lumrah?
Bukankah iman kita seharusnya akan menjadi satpam penjaga yang selalu memonitor dan mengawasi gerak gerik kita dengan larangan ini dan itu? kenyataannya tidak semulus itu, mengapa? karena iman tersebut tidak kita jadikan “Kulit” namun hanya “Pakaian” jasmani. Iman tersebut kita pakai bila merasa sudah waktu nya dipakai atau hendak melakukan ibadah saja, namun dalam kehidupan keseharian, iman tersebut seolah-olah kita letakkan didalam lemari, dikunci rapat dan akan dikenakan untuk ibadah berikutnya.
Bila iman tadi kita jadikan “Kulit”, ia akan terus melekat bersama kita, ikut kemana saja kita beraktivitas dan akan menjadi “satpam penjaga” didalam hidup kita sehari-hari.
Jangan sampai iman tadi identik dengan pakaian, yang kita kenakan bila dirasa perlu atau ada maksud tertentu, sehingga kita lebih mengenal kebiasaan orang berdasarkan pakaiannya, bukan karena cerminan imannya.
Sering kali juga, iman tersebut kita transformasikan dalam bentuk aksesoris, simbol, label yang kita letakkan (tempelkan) dikendaraan, rumah dan bahkan melekat didalam tubuh kita, hanya dijadikan simbolis dan seperti jimat penangkal, namun kita tidak hidup didalam simbol-simbol keagamaan tersebut. kita lebih meyakini simbol-simbol itu akan bertindak layaknya “tuhan” seperti yang ada dalam gambaran agama kita, seperti bala tentara yang siap maju didepan bila ada hal-hal buruk/mistis yang mengancam kita.
Mungkin sudah saatnya kita bangkit, sebagai bangsa yang besar, bila saja semua orang yang hidup didalamnya “tinggal dan hidup sesuai apa yang mereka imani”, tentu saja tidak akan ada lagi pertikaian, pembunuhan, pencurian, penistaan dan tindakan buruk lainnya. dan kita akan lebih bebas mengenakan “Pakaian” keseharian tanpa harus mengindentikkannya dengan agama tertentu, karena iman tadi melekat didalam diri kita, bukan pakaiannya.
Happy Sunday Temans…