“Piyee, Enak Jaman ku Toh?…”
My Blog Dec 05, 2019

Kalian pasti tidak asing lagi dengan sepenggal kalimat berikut : “piye, enak jamanku toh…“, biasanya kalimat tersebut disertai dengan sosok mantan Presiden Indonesia, yakni Bapak Soeharto.

Ketika kondisi dan jaman semakin susah, banyak masyarakat mulai membandingkan bahwa lebih enak kehidupan jaman dulu (ketika orde baru dan orde lama masih exist) dibandingkan kehidupan sekarang, masih lebih enak kehidupan 15 tahun yang lalu, bila dibandingkan dengan kehidupan sekarang ini. really?
Kita biasanya mulai membandingkan harga makanan yang murah, harga bahan bakar yang murah, ongkos transportasi yang murah, biaya sekolah yang murah, mau berlibur murah dan semua yang serba murah. Jaman sekarang semua serba mahal, ke toilet aja harus bayar. begitu kan unek-unek yang keluar.
Namun, kita terkadang tidak membandingkannya secara apple to apple, kita cenderung membandingkan “murahnya jaman dulu” dengan pendapatan kita saat ini, ya jelas jaman dulu terlihat lebih murah, mungkin dengan gaji sebulan disaat ini, bila ditarik mundur dengan nilai tukar 15 tahun yang lalu, bisa buat bertahan hidup setahun, begitu kan maksudnya?
Bila memang benar jaman dulu lebih enak, apakah kita rela mundur ke 15 tahun yang lalu, misalnya :
- Mungkin saja saat ini posisi anda sudah General Manager, mungkin 15 tahun yang lalu anda masih “staff” dengan penghasilan yang menjepit.
- Mungkin saja saat ini anda sudah berkeluarga, memiliki pasangan yang baik, memiliki anak-anak yang lucu. mungkin 15 tahun yang lalu anda masih jomblo, single gak laku, kesepian dan tidak ada yang menunggu untuk segera pulang.
- Mungkin saja 15 tahun yang lalu anda masih bersekolah, hanya bisa mengandalkan uang pemberian orang tua, belum bisa berbagi ke orang tua, Mungkin saja saat ini anda sudah bekerja dengan layak, mendapatkan penghasilan yang lumayan dan bisa membahagiakan orang tua anda.
- Mungkin saja 15 tahun yang lalu anda masih menganggur, kemudian anda mencoba untuk membuat usaha dan kini usaha anda berkembang pesat.
- Mungkin saja usaha anda 15 tahun yang lalu bagus, namun saat ini bangkrut dan gulung tikar, namun anda masih memiliki pasangan hidup, anak, orang tua yang masih sehat, keluarga yang selalu mendukung anda dan tentu saja lingkungan tempat tinggal yang hangat.
- Mungkin saja anda 15 tahun yang lalu masih menempuh pendidikan akhir dan saat ini mungkin saja anda sudah mendapatkan gelar yang tinggi, Professor mungkin, atau Doktor misalnya.
- Mungkin saja anda punya penyakit ganas 15 tahun yang lalu, namun mungkin saja saat ini sudah sembuh total, sehingga anda dapat beraktivitas dengan baik dan tanpa beban kekhawatiran penyakit.
- Mungkin saja Ras/Agama anda di 15 tahun yang lalu tidak diakui negara, tidak dianggap ada dan bahkan dibenci. Mungkin saja saat ini sudah bebas berbaur dan dirangkul oleh masyarakat sekitar.
- Mungkina saja 15 tahun yang lalu salah satu anggota keluarga terkasih anda berpulang ke Pencipta, namun saat ini anggota keluarga anda sudah bertambah satu, dua, tiga, empat dan mungkin lebih.
- dan masih banyak kemungkinan lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Bila kita kembali ke 15 tahun yang lalu, apakah anda rela meninggalkan semua pencapaian anda saat ini? melepaskan kemudahan berkomunikasi saat ini, misalnya tidak ada smartphone, tidak ada sosial media (facebook, instagram, twitter), tidak ada layanan video streaming (youtube, netflix), bahkan handphone pun masih sangat terbatas jumlahnya, bila pun ada, harganya tentu tidak akan masuk dikantong kita, atau mungkin tidak ada transportasi publik yang keren dan nyaman, tidak bisa mengutarakan pendapat dengan bebas, tidak bisa menggunakan hak suara dengan bebas, tidak bisa bepergian keluarga negeri dengan mudah, semua serba diawasi.
Cerita diatas mirip dengan komentar seorang teman yang berkata “Efek Film Star trek tahun 2000-an jelek banget”, dia berkata “masih terlihat banget editingnya, belum halus dan cara cuting filmnya gak begitu sempurna”… seingat saya, ketika awal tahun 2000-an menonton film itu, dia tidak berkomentar seperti itu. Bukankah seharusnya dia membandingkan movie effect tahun 2000-an dengan teknologi yang sama ditahun tersebut? bukan membandingkannya dengan movie effect 2015-an, yang sudah sangat canggih dengan efek CGI, bahkan hampir tidak bisa dibedakan, mana adegan asli dan mana adegan dengan bantuan CGI.
Hidup pun harus seperti itu, bila kita melihat banyak kemudahan dijaman dulu, kita pun harus merefleksikan apa kesulitan yang kita alami di 15 tahun yang lalu, apa kendala dan tantangan yang kita hadapi di 15 tahun yang lalu. Bukankah ditahun itu kita berharap “semoga tahun ini segera berlalu…”?
Semua itu hanya proses dan bagian dari kehidupan, tidak ada hal yang lebih mudah atau lebih sulit, semua beban sesuai dengan masanya, dulu mengerjakan Tugas Akhir Skripsi sangat susah, karena harus mencari referensi secara manual, mengetik dengan menghabiskan banyak kertas. Namun saat ini, anda tinggal duduk manis dan mencari lewat internet, maka semua data/informasi yang anda butuhkan untuk menyelesiakan skripsi sudah ada didepan layar anda. Bukankah hal itu menyenangkan? namun tentu saja ada tantangannya, ketika anda melakukan “plagiat” akan lebih mudah dideteksi dibandingkan jaman dulu. Mirip dengan Nada lagu “Kulihat Ibu Pertiwi” yang nadanya sama dengan “What a friend we have in Jesus“. itu kan mungkin inspirasi jaman dahulu kala, right?
Teruslah berjalan, teruslah melangkah, jangan kembali ke jaman dulu, bila itu kita inginkan, berarti kita sebenarnya tidak siap untuk hidup dan bertambah tua, kita ingin kembali menjadi anak-anak ketika sudah dewasa. Pada akhirnya nanti, kita akan sampai di ujung cerita yang menyenangkan, dan bersyukur bahwa semua ini terjadi karena kemurahan Sang Pencipta Semesta bagi kita.
….. sekian cerita sore ini …..